Oke lah friends, kali ini gw pengen posting yang serius.....
Sekilas cerita, tentang apa yang gw pengen omongin tentang demonstrasi....
Akibat kebanyakan nonton acara2 hukum,hahahah
Demontrasi tidak selamanya dengan cara turun ke jalan, melakukan orasi di depan kantor2 pemerintah,tidak seharusnya dengan aksi2 anarkis....Demonstrasi terbaik adalah merenungkan dalam hati....Karena arti demonstrasi yang sesungguhnya adalah sikap ingin menujukan kemauan hati kita kepada orang lain, (pemerintah)
Kalian boleh saja tertawa, karena eksistensiku yang tidak berarti, karena tempatku yang gelap ini, dan karena aku yang sering salah dipahami. Dua mata boleh saja berbangga dengan penglihatannya bahwa mata adalah dua, telinga boleh saja sombong dengan pendengarannya karena dia adalah dua, mulut juga bebas berdebat karena bibir adalah dua. Tapi apa mereka sadar bahwa fungsi mereka adalah satu? Berikut uraian: mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, mulut untuk bicara. Dan melihat, mendengar maupun berucap mestilah yang baik. Dengan demikian fungsi mereka adalah satu dan mereka adalah dua yang satu sementara aku adalah satu yang dua, tiga bahkan lima.
Ku perkenalkan diriku pada pemilikku yaitu manusia. Aku adalah hati, aku adalah satu yang memiliki multi fungsi. Nabi pernah berkomentar tentang ku, dalam haditsnya nabi mengatakan bahwa aku adalah penyebab baik buruknya manusia, bila aku baik maka baik pulalah seluruh amalan manusia begitupun sebaliknya. Dengan demikian aku adalah netral dan menetralkan. Walau satu, pengemudi ku ada dua yaitu birahi dan nurani, buruk dan baik atau celaka dan bahagia. Tapi sayang manusia malah menggunakanku satu kali, itu juga dengan pengemudi yang salah. Wajar bila mereka sering radikal dalam beramal, ego dalam berakal. Karena aku bagai behtera yang harus memiliki kendali atau pengemudi yang tahu tentangku, kapan maju dan kapan pula aku harus berhenti menahan diri. Hanya nuranilah yang layak disebut pengemudi.
Namun, namaku seringkali berkonotasi positif, dan aku terima, karena birahi sebenarnya bukanlah bagian dari hati. Birahi timbul karena ada dorongan dari luar sementara nurani ada di dalam dan dia bersamaku di sini. Oleh karenanya penggunaan kata hati sebenarnya sama saja dengan penggunaan kata nurani.
Adapun demonstrasi ini ku lakukan agar manusia sebagai khalifah senantiasa berlaku adil. Aku cemburu dan merasa didiskriminasi dalam hal ini. Betapa tidak, mereka telah menafikan kulitas dan integritas merupakan tolak ukur dalam penempatan posisi agar tidak salah fungsi. Mereka seolah telah melakukan kontrak politik terhadap tangan, kaki dan yang lainnya untuk memperkecil peranku. Padahal pertama kali organisasi ini (manusia) terbentuk telah berjanji bahwa apapun yang terjadi mestilah dalam rangka meng-Esakan Ilahi Rabbi, bukan yang lain.
Aku dikucilkan, dimanfa’atkan (dalam arti yang salah) dan aku telah diperdaya. Sehingga dalam keinginan birahi, mulut mengatasnamakan diriku agar donatur (syaithan) merasa jasanya terbalas oleh mulut. Tidak hanya mulut, tangan ikutan juga dan memamerkan bunga mawar dan menjadikannya lambang diriku, padahal aku tidak berduri sementara mawar itu melukai. Dan tidak berhenti di sini, kini aku sendiri dipaksa untuk bernyanyi, mutiara hati telah dieksploitasi dan disulap menjadi puisi, lagi-lagi demi birahi. aku dibelah dua layaknya telinga yang terpisah dua, aku pun kian lemah untuk melawan dan memilih pasrah dengan satu bahagian yang lemah. Dan ini lagi-lagi tidak adil, aku tidak lagi utuh dalam diri majikanku.
Adapun hak-hakku yang terampas sangatlah banyak oleh manusia yang dhzalim ini. Dalam perdebatan misalnya, setidaknya aku telah dikhianati karena inginku adalah kebenaran sejati, bukan pembelaan diri. Oleh karenanya saat percek-cokan terjadi itu adalah birahi, dan birahi itu jahat, sementara kejahatan akan berimbas pada kecelakaan. Ku tegaskan bahwa itu bukanlah aku, karena aku adalah hati dan damai adalah niat suci yang ku kehendaki.
Andai saja aku bisa bediri sendiri, sungguh ucapan ku ini akan terbukti. Karena aku hanya bahagian dari (organ tubuh), maka tanpanya aku tak berarti. Aku sangat ingin dipimpin oleh sang imam. Yaitu orang yang bergulat hebat ke dalam diri sendiri mencari bukti dari kesalahan diri, dan aku siap menjadi saksi. Itulah aku, baik buruk hanya hati dan Maha Telitilah yang tahu. Karena aku adalah saksi, netral dan tak kenal diskriminasi (istilah yang sering dipraktekkan politisi). Karena jasaku ini, DEMI keselamatan diri, gunakanlah aku minimal dua kali: Hati-hati.
Wajar tuntunan ini ku ajukan, dan ini sama sekali tidak berlebihan. Di saat mata hanya bisa melihat maka aku bisa melihat, mendengar, meraba, mencium dan merasa. Bahkan aku lebih tajam ketimbang fungsi panca indra yang tersebut tadi. Berlebihankah aku? Tidak, bahkan sebenarnya ini masih kurang bagi pemegang kendali. Ya, akulah hati, akulah nurani, hanya karena aku kebaikan akan terjadi. Bahkan bagi mereka yang mencari kebahagiaan jauh di luar sana. Mereka tidak akan menemukannya kecuali bila mereka kembali, kembali ke hati.